Feeds:
Pos
Komentar

aku sedih

aku sedih

aku sedih

aku sedih

aku sedih

aku sedih

aku sedih

tapi aku ikhlas

tapi aku ikhlas

tapi aku ikhlas

tapi aku ikhlas

tapi aku ikhlas

tapi aku ikhlas

Allah golongkan uu ku menjadi ahli surga … Amiiin

Djuara

Djuara

Djuara kecil
djuara dilahirkan di desa kecil sebuah kota kecil. sejak dilahirkan djuara kecil tinggal dan diasuh oleh kakeknya. orangtuanya seorang petani, petani kecil yang mungkin hasil panenya belum tentu cukup buat keluarga, mengandalkan sepetak lahan leluhur. disela menunggu musim panen ayah djuara dan kakek djuara biasa pergi merantau, berjualan ke kota luar sampai beberapa bulan. pelaku pekerjaan ini bukan keluarga djuara sendiri, hampir semua masyarakat di desa tersebut melakukan pekerjaan ini, bahkan terwariskan kepada djuara kelak. begitulah keadaannya dijaman tahun 40 an, jaman dimana tangan kolonial belanda masih menjajah. tidak banyak pekerjaan yang bisa dilkukan djuara kecil, selain bermain djuara kecil biasa menggembalakan kambing.
menginjak umur belasan djuara kecil mulai minat sekolah, sekolah rakyat yang cuma satu-satunya di desa itu. minat sekolah djuara tidak serta merta didukung kakek yang mengasuhnya, kurangnya pengetahuan atau pembodohan penjajahan mungkin penyebabnya. djuara baru diizinkan dapat sekolah setelah djuara mengamuk dan memecahkan seluruh genteng rumah. dengan semangat dan keinginannya sejak menginjak kelas 1 djuara meraih nomor satu dikelasnya, tidak salah diberi nama djuara. karena kepintarannya djuara selain dipercaya teman-temannya sebagai ketua kelas, juga dipercaya guru-guru nya. guru jaman penjajahan biasa kalau menghukum muridnya dengan memukul, murid membawakan kebutuhan hidup gurunya baik berupa makanan atau kebutuhan keluarga juga lazim. ada kisah menarik dari dari djuara akan hal ini. suatu waktu djuara beserta teman-teman djuara diperintahkan membawa ubi olahan untuk guru-guru di hari tertentu. kebetulan di hari yang ditentukan tersebut sekolah djuara juga akan kedatangan penilik/pengawas dari kota. hari yang ditentukan pun tiba, karena guru-guru ingin menikmati ubi, maka sejak pagi djuara diperintahkan berjaga didepan sekolah menghadap ke jalan, dengan harapan guru, nanti seandainya penilik datang djuara bisa memberitahu sehingga guru-guru tdk ketahuan sedang menikmati ubi dari murid-murid. namun kenyataannya lain, karena hangat sinar matahari pagi djuara tidak kuasa menahan rasa kantuk hingga tertidur. Djuara baru sadar dan bangun ketika guru guru sedang di hardik penilik sambil menginjak injak ubi. Tetapi Djuara kecil terlalu pintar dan berjasa untuk dihukum guru.
Inilah sediikit kisah Djuara kecil yang terpaksa sekolahnya terputus karena tepat pada tahun 1945 pasukan jepang datang dan belanda menyerah, sehingga sekolah rakyat saat itu ditutup

Djuara dan mesin jahit
to be continue…

Cadas Pangeran

Sunday, March 14, 2010

Cadas Pangeran

Jalan ini gelap dan berkelok, aku melewatinya ditemani lagu lagu nostalgia. Seperti biasanya.
Kusibak kabut hujan yang membasahi kaca jendela mobil karena mengurangi pandangan menikmati indahnya sekitarmu, yg tak nampak.
Kau mahakarya pekerja sukarela dijamannya. Jalan di atas jurang.
Seperti keringat waktu itu, air hujan ini semakin deras mengalir ke atas permukaan kaca.
Beberapa kali kusibak hingga akhirnya aku melewatimu.

Bima bima
Cadas Pangeran, 14 Maret 2010.

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!